Oleh
Winni Siti Alawiah, SPd
Guru
Bimbel GO Sukabumi
Krek
krek kreeeekkk…
Suara pintu yang
perlahan terbuka.
“Sandy. Awas!”
“Gila! Kau
mengagetkanku!”
“Hahaha. Siapa suruh
kau pergi duluan”
“Aku hanya penasaran
saja”. Sandy masih menyalakan senternya. Cahayanya ditujukan ke samping kanan.
“Cari jejak kan belum
dimulai. Apa yang kau cari?” selisik Naura menaikan satu alisnya. Rasa
penasarannya semakin menjalar. Tatkala sebuah bayangan melintas di depan
mereka.
“Apa itu?”, keduanya
saling bertatapan. Detup jantung Naura semakin kencang. Sandy sadar bahwa ada
sosok misterius melintas dihadapan mereka.
Sandy memegang tangan
kanan Naura. Mereka perlahan berjalan terus ke depan. Melewati sebuah lorong
panjang tanpa cahaya lampu. Tidak ada tanda-tanda kehidupan. Belum ada satupun
anggota tim lain yang datang kesana. Hampir sampai di ujung lorong. Genggaman
Naura semakin erat.
“Tenang, tenang. Ini
baru jam setangah sembilan. Aku yakin belum ada apa-apa. Pasti yang tadi kita
lihat adalah bayangan hewan”
“Ya benar, pasti bayangan
hewan. Bayangan hewan kecil kan bisa terlihat tiga kali lebih besar dari
aslinya”. Naura berusaha menyakinkan dirinya. Berusaha menghilangkan rasa takut
yang ada.
Tak lama setelah
keduanya keluar dari lorong itu, beberapa anggota tim lain datang. Semua
berpakaian lengkap dengan alat-alat ala pasukan pembasmi hantu atau yang sering
kita sebut dengan nama ghostbuster.
“Semua, cek ulang
setiap anggotanya dan kelengkapan yang akan dibawa. Ingat dalam peraturan tidak
diperbolehkan anggota tim memisahkan diri dari kelompoknya. Apalagi kembali ke
posko sebelum misi selesai. Paham?!”
“Paham!!!” Jawaban
serentak seluruh tim.
“San, lorong itu. Kita
harus kesitu lagi”. Sikut mengenai lengan Sandy.
Sandy menoleh sesaat.
Tangannya segera mengepal tangan Naura.
“Kita pasti bisa!
Semangat!”
***
Langkah perlahan itu
begitu hati-hati. Hanya suara angin dan ranting-ranting dan daun kering yang
terinjak. Senyap begitu yang mereka rasakan tatkala langkah mereka memasuki
muka lorong. Cahaya senter menjadi satu-satunya mata mereka saat itu. Hanya ada
dua tim yang harus menyelesaikan misinya di bangunan tua berlorong itu.
“San, kau tidak merasa
aneh?”
“Aneh apa?”
“Kelompok sembilan.
Bela dan Agi. Bukanya mereka juga harusnya di sekitar kita”
“Naura, kau lupa ya.
Banyak pintu di bangunan besar ini. Apalagi malam hari. Kemungkinan kita
bertemu dengan mereka kecil. Mungkin saja mereka memiliki taktik melalui
jalan-jalan yang lebih sunyi dan tidak kita ketahui”
“Tapi kalau begitu
seharusnya bendera di gerbang utama sudah mereka dapatkan. Justru kita duluan
yang dapat. Itu kan aneh”
“Nau..Lihat! Ada yang
berlari. Dua orang. Itu pasti mereka”
“Bela dan Agi?”
“Ya, siapa lagi! Ayo
kita kejar. Pasti mereka juga melihat kita. Kalau kita bisa mengikuti tanpa
mereka sadari. Kita bisa menikung jalannya”
“Ide bagus. Tapi, kau
yakin itu mereka?”
“Ayolah Nau! Semangat”
Langkah besar yang
semakin cepat. Hampir menyusul bayangan kedua orang di depannya. Bayangan
tinggi besar dengan tas pinggang. Itu persis seperti Agi. Ya, Sandy begitu
yakin bahwa kedua bayangan itu adalah Bela dan Agi.
“Stttttt”, Sandy
menghentikan langkahnya. Telunjuknya ditempelkan ke bibir.
Naura mencoba menahan
napasnya. Mereka berhenti ketika Sandy menyadari bahwa suara langkah kedua
bayangan itu berhenti. Mereka berdiri di balik penyangga bangunan yang besarnya
tiga kali ukuran tubuh.
Masih tanpa suara.
Bayangan itu berdiam beberapa menit epuluh langkah dari mereka. Sandy mencoba
menahan kakinya yang mulai kaku. Kedinginan, mungkin hampir keram.
“San, kakimu…”
“Sttttttt”. Sandy
memotong perkataan Naura, tetap menahan dan mencoba diam.
Dan langkah itu kembali
terdengar. Kedua bayangan itu melanjutkan langkahnya berbelok ke kanan.
Melewati pintu samping bangunan. Sepertinya mencari sesuatu. Karena sudah pasti
jika itu Agi dan Bela, mereka akan cekatan dalam menjalankan misi seperti ini.
“Kakimu San”
“Tidak apa-apa Naura.
Aku hanya butuh tiga menit”
Sandy mencari dinding
didekat pintu samping. Menyandarkan tubuhnya dan menarik napas panjang.
Pandangan Naura tertuju keluar. Kearah bayangan tadi berlalu.
“Kenapa Nau?”
“Aku masih belum yakin
itu mereka. Karna aku tahu Bela tidak bisa berjalan secepat itu. Meskipun dia
orang yang cerdas”
“Siapa dulu patnernya.
Malgi Agata atau Agi ang penakluk malam”
Senyuman tersungging
dari bibir Naura. Hatinya tenang dan mulai menyakini bahwa kedua bayangan itu
adalah Agi dan Bela.
Mereka kembali
melanjutkan perjalanan. Jam kulit yang melekat di pergelangan Sandy berbunyi.
Alamarnya menandakan setengah jam sudah berlalu. Artinya, dua jam setengah lagi
sisa waktu mereka untuk menyelesaikan misi mala mini.
Keduanya berhenti tepat
di samping bangunan. Entah taman atau semacam perkebunan kecil. Banyak polibag
di sekitar mereka. Sesekali polibag itu terinjak oleh Naura. Setiap kali
menginjaknya, Naura merasakan takut.
Naura orang yang sangat
sensitive. Sedikit saja Sandy menghentikan langkahnya. Jantung Naura berdetup
kencang. Matanya akan segera menelisik kesekitar. Namun beruntung, Sandy adalah
teman laki-laki sekaligus patnernya yang paling bisa membuatnya kembali tenang
dan semangat.
Ini kali ketiga Naura
menjadi patner Sandy dalam menyelesaikan misi seperti ini.
“Senternya Nau”
“Kesana Nau, itu
sebelah pohon besar”
“Apa itu?”
“Terus arahkan kesana”
“Itu besar San.
Itu..itu…”
“Oh my god. Lari!!!”,
Sandy menarik tangan Naura cepat. Berlari berbalik kembali kedalam bangunan.
Mematikan senter dan bersembunyi di balik penyangga bangunan. Napas mereka
masih tersengal-sengal. Tangan Naura menegang memegang erat lengan Sandy. Sandy
berusaha mengatur napasnya. Dan sesekali menelisik kearah belakang.
“Itu, itu seperti
beruang besar”
“tapi..tapi..tapii itu
bertaring San…”
“Ok ok, kita harus
tenang. Kita diam disini dulu sampai kita benar-benar tenang”
“Aku takut san. Itu
pasti penampakan pertama. Mungkin penghuni bangunan ini. Atau…”
“Stttt, dengar itu…”
Sreeett Sretttt Srettt.
Bunyi sesuatu yang diseret ke lantai. Kedua mata mereka berpandangan. Sangat
terlihat Naura begitu ketakutan.
“Recodasa reco reco…..”
Suara besar itu seolah mendekat.
“Aaaaku takut San….”
“Ok, kita siap-siap
lari ke sebelah kiri. Kita kembali ke rute awal”. Sandy memberi aba-aba untuk
mereka berlari.
>>bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar