Pages - Menu

Selasa, 29 April 2014

UJIAN NAIK KELAS



     Oleh Winni Siti Alawiah,SPd
Guru bimbel GO Sukabumi

“Gila! Jadwal apa ini! Tidak manusiawi!”, hardiknya sembari memandangi kertas kecil yang dipegangnya.
“Gimana Nay, jadwalmu minggu depan?”, pertanyaan menohok yang sudah terbiasa terlontar dari kawannya Tiara.
Nayla hanya menyodorkan kertas berisi jadwal dari tangannya. Sesaat Tiara membacanya. Tidak lama Tiara menggelengkan kepalanya.
“Ya, ampun. Jadwal apa ini!. Sabar Nay, kamu pasti bisa!”
Sudah sering Nayla diberi jadwal yang tidak masuk akal. Tidak masuk akal karena harus mengajar di dua tempat dengan rentang waktu istirahat yang tidak cukup untuk perjalanan.
Dirinya hanya menghela napas yang panjang. Sesaat matanya menerawang ke atas. Dia ingat, bahwa besok dan seterusnya harus menemani mamanya di rumah sakit. Ini benar-benar hari-hari yang sulit untuknya.
Sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Kewajibannya sangat besar. Namun semua itu bukan alasan utama baginya. Karena rasa sayangnya yang begitu besar pada mamanyalah yang menjadi hal utama. Sekaligus pemacu semangatnya untuk bekerja sekaligus menggantikan peran mamanya di rumah.
22-04-2014 (06.00 WIB)
“Hayo ma, di lap dulu badannya”
“Gak usah deh, mama mandi ajah”
Yah, lagi-lagi sebagai pasien mama menunjukan kekuatannya. Mandi sendiri tanpa di temani siapa pun. Meskipun harus dengan membawa-bawa infus. Namun itulah mama Nayla. Dokter dan suster tidak akan menyangka mamanya sebagai pasien yang menderita penyakit jantung dan tekanan darah rendah.
Sambil menunggu mamanya mandi, Nayla membereskan tempat tidur, lemari, dan beberapa peralatan kecil yang ada di laci. Sekitar sepuluh menit mamanya kembali dengan wajah berseri segar. Saatnya Nayla membantu mamanya dandan dan memakaikan wangi-wangian agar aroma tubuhnya segar saat diperiksa.
Pukul 07.30 sarapan datang. Mama makan seperti tanpa selera. Maklum makanan orang sakit biasana tanpa penyedap rasa, hambar. Ditambah lagi, mamanya memang agak sulit untuk makan hingga habis. Namun dengan paksaan dan beberapa nasehat tentang kesehatan yang disampaikan Nayla. Akhirnya makanan itu habis juga. Obat diminumnya saat suapan terakhir.
Cahaya mentari mulai tampak. Jam tangan kuning yang melekat di lengan kanannya menunjukkan pukul 08.30 WIB. Sudah saatnya untuk Nayla pulang ke rumah untuk merapikan kamarnya, mengepel lantai beranda rumah, mandi dan menyiakan segalanya untuk bekerja.
22-04-2014 (09.20 WIB)
“Wah berantakan banget. Dasar dede!”, meskipun dengan nada sedikit kesal, Nayla tetap bersemangat untuk membersihkannya.
Sudah tiga hari dia bergantian dengan adik keduanya untuk menjaga rumah. Sedang adik pertamanya masih di kota hujan untuk berkuliah. Mama mengingatkan Nayla dan adik bungsunya untuk tidak memberitahu dulu keadaannya pada adiknya yang sedang berkuliah. Mungkin mama tidak ingin adiknya itu jadi tidak konsentrasi saat kuliah.
Nayla mandi dan segera bersiap-siap pergi bekerja. Sebelumnya Nayla memberitahukan kepada atasannya bahwa dia izin untuk masuk telat karena harus bergantian menjaga mama dan bolak-balik ke rumah dan rumah sakit. Atasannya sangat maklum dan mengizinkannya.
22-04-2014 (11.00 WIB)
“Sudah bel, ya?”, tanya Nayla tergesa-gesa.
“Sudah bu. Itu anak-anaknya sudah menunggu”
Tidak banyak kata lagi, Nayla segera masuk ke kelas. Mengajar kelas alumni persiapan masuk perguruan tinggi. Hari ini akan sangat melelahkan karena dia harus mengajar tiga sesi dengan waktu istirahat yang singkat, ditambah lagi dengan tempat yang berbeda.
Jam kedua mengajar masih di tempat pertama dilaluinya dengan semangat. Namun, jam ketiga dia sudah mulai tidak enak badan. Menunggu beberapa menit di depan parkiran. Akhirnya seorang petugas mengantarnya menuju tempatnya mengajar untuk jam ketiga.
Dan sesuai dugaan sampai di tempat tujuan telat lebih dari sepuluh menit. Artinya, tidak ada waktu beristirahat untuknya. Langsung masuk kelas dengan sisa napas yang masih terengah-engah.
22-04-2014 (18.00 WIB)
Kalau Nayla langsung pergi ke rumah sakit, pasti waktu shalat magribnya tidak akan cukup. Akhirnya dia shalat di tempat kerja. Perut lapar sudah meraung-raung. Nasi padang di depan kantornya adalah pilihan terakhir. Ditemani teh Putri seorang cutomer service.
Setengah jam berlalu, dan teh Putri sudah pulang dijemput suaminya. Naylapun akhirnya pasrah menunggu pacarnya untuk menjemputnya. Menunggu hampir satu jam adalah hal paling dibenci semua orang. Nayla pun mulai bosan dan kesal. Akhirnya dia memutuskan untuk pulang sendiri naik angkutan umum.
Ketika akan menyebrang, sebuah motor menyalakan klaksonnya. Ternyata pacarnya sudah datang.
“Maaf Nay. Aku ketiduran sehabis shalat magrib. Tadi ada kerjaan sampai sore”
“Yaudah, kita langsung ke rumah sakit!”
“Jangan marah dong Nay”
Nayla hanya memaksakan senyumnya. Baru setangah perjalanan. Ban motornya kempes. Bengkel yang tidak jauh dari jalan menjadi pilihan. Lagi-lagi harus menunggu. Nayla benar-benar kesal dan harus menahannya.
“Maaf Nay. Kalau kamu mau ke rumah sakit duluan aku antar sampai naik angkutan umum. Nanti aku menyusul”
Nayla tidak menjawabnya. Senyum paksaan pun sudah tidak mungkin. Tarikan napas yang sangat panjang mencoba mengembalikan detak jantungnya. Akhirnya, Nayla bersedia menunggu sampai ban motor pacarnya ditambal.

22-04-2014 (21.15 WIB)
“Sekali lagi maaf ya Nay. Ini diluar dugaanku”
“Iya”, jawaban singkat Nayla yang mulai meredakan amarahnya.
Ketika memasuki parkiran rumah sakit, motor pacarnya berhenti.
“Kenapa?”
“Ya ampun Nay. Perutku bunyi, aku laper banget. Lupa, aku belum makan dari siang. Gak apa-apa kan, kita beli makan dulu?”
“Hah. Ok ok”. Kembali Nayla menarik napas panjang dan menahan emosinya yang mulai kembali memuncak.
Pacarnya membeli nasi bungkus di restoran padang depan rumah sakit. Nayla merasa heran karena biasanya pacarnya selalu makan di tempat. Tapi karena masih sangat kesal, tanpa bertanya Nayla hanya diam dan mengikutinya.
22-04-2014 (21.45 WIB)
“Assalamualaikum”
“Walaikumsalam”, suara Ayah dan adiknya. Mereka ternyata masih menunggu Nayla.
“Eh Ada Yudi juga. Masuk Yud”, sapa Mama Nayla ramah.
Menyalami tangan mamanya. Nayla pun duduk merebahkan tubuhnya dekat mamanya sambil menghela napas lega, mamanya tidak apa-apa.
“Belum makan ya? Ayo makan dulu”, Mama Nayla sepertinya tahu bahwa Yudi belum makan. Melihat nasi bungkus yang dibawanya.
“Ayo bu, pa, de, makan bareng saya beli banyak”, Yudi menawarkan nasi bungkus yang dibawanya.
Nayla tercengang, ternyata Yudi membeli banyak nasi bungkus. Akhirnya Adiknya memberikan piring, dan mereka makan bersama. Sedangkan Nayla dan mamanya hanya melihat dan sesekali memakan biscuit.
22-04-2014 (22.45 WIB)
Yudi pamitan dan pergi bersamaan dengan Ayah dan adik Nayla. Dan kembali ruangan itu sepi dan tenang.
“Cape banget ya hari ini?” tanya mamanya sambil mengelus kepala Nayla.
“Iya ma, cape banget. Tapi udah ilang capenya sekarang liat mama makin sehat”
“Hari ini ujiannya berat ya? Untung berhasil. Yudi baik orangnya. Inget dia juga orang yang kerja sama capenya sama kamu. Jadi jangan egois”
“Mama. makasih ma. Ya ini ujian buat aku. Aku gak sadar. Tapi aku mau belajar lagi nahan emosi dan lebih pengertian sama situasi orang lain dis ekitar aku”. Nayla tersenyum dengan mata berkaca-kaca. Mamanya memeluknya erat penuh kehangatan. Malam itu indah, meskipun melalui ujian yang berat tapi Nayla berhasil. Ini ujian naik kelasnya yang pertama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar