Pages - Menu

Minggu, 17 Agustus 2014

Injeksi Makna Merdeka Oleh Winni Siti Alawiah Guru Bimbel GO Sukabumi

Winni Siti Alawiyah guru bimbel GO Sukabumi

 Merdeka!
Merdeka!
Berulang kata tersebut di diucapkan lantang para mahasiswa ketika memperjuangkan hak-hak mereka. Tidak jarang beberapa anggota dewan pun mengucapkan kata tersebut di gedung parlemen. Pada saat kebijakan disepakati, berorasi dalam aksi solidaritas, hingga puncaknya perayaan kemerdekaan Indonesia.

Namun, sangat disayangkan. Masih banyak diantara kita mengucapkan ‘merdeka’, tetapi lupa atau mungkin melupakan makna besar dalam kata tersebut. Mereka yang melakukan kerusuhan dengan mengatasnamakan organisasi. Melantangkan ‘merdeka’ sembari melemparkan batu pada sebuah rumah yang dianggap sebagai tempat aliran sesat. Bukankah secara tidak langsung kita telah mengambil hak merdeka beberapa orang?.

Perlu untuk dicermati, bahwa merdeka bukan hanya sebuah kata tanpa makna. Bapak proklamator kita Soekarno mengankat kata merdeka dengan begitu sulitnya. Dengan bantuan para pemuda bangsa saat itu yang gigih. Hingga pada akhirnya tepat pada tanggal 17 Agustus kata ‘merdeka’ itu dapat dengan bebas dikumandangkan.
Maknai Secara Harfiah

Indonesia telah merdeka. Kalimat tersebut begitu melekat pada bangsa ini sejak 17 Agustus 1945. Tetapi pada kenyataanya, apakah setiap warga negaranya sudah hidup layak dan sejahtera sesuai dengan haknya?.

Pertanyaan besar yang menjadi pekerjaan rumah kita bersama. Bukan hanya urusan pemerintah, namun kita semua sebagai bangsa Indonesia.

Kita tentu paham, makna merdeka jika dikaitkan dengan hak kita sebagai warga negara. Hak sebagai suatu sesuatu yang didapatkan semua orang sesuai dengan undang-undang yang telah ditetapkan. Betapa banyak hak sebagai warga negara yang harusnya telah kita dapatkan secara menyeluruh. Karena hak tersebut dapat menjadi indikator pencapaian makna ‘merdeka’.

Contoh di atas sesuai dengan arti kata merdeka yang tertulis dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Merdeka memiliki arti bebas (dari perhambaan, penjajahan, dsb), berdiri sendiri; sejak proklamasi 17 Agustus 1945, bangsa kita sudah tidak terkena atau lepas dari tuntutan penjara seumur hidup, tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu, leluasa.

Berbanding terbalik dengan kenyataan. Banyak disekitar kita berdiri dengan mudah pabrik-pabrik besar milik orang asing. Lalu kita sebagai pribumi hanya menjadi pekerja. Jika kita mengacu pada makna merdeka, semestinya pabrik-pabrik tersebut dimiliki dan diolah oleh pribumi. Nasib serupa terjadi di ibukota, beberpa perusahaan besar ternyata dimiliki asing yang diagung-agungkan sebagai investor asing.

            Seolah terhipnotis oleh penjajahan yang membuai. Iming-iming gaji besar dan kenyamanan yang padahal kenyataannya penuh dengan tekanan. Hal itu yang sekarang berjalan di negeri ini.

Semua itu perlu kita benahi. Mulai dari pemikiran memaknai kata merdeka. Menanamkannya dalam benak dan jiwa. Hingga merealisasikannya dalam bentuk nyata. Sebagai contoh banyak pengusaha muda yang sukses berwirausaha hingga menjadi motivator bagi banyak orang di negeri ini. Kita pasti mengenal Chairul Tanjung, Bob Sadino, hingga Setia Furqon Kholid. Bahkan ada beberapa pengusaha yang sukses dibawah usia 20 tahun seperti Hamzah Izzulhaq, Lambertus Darian, Farah Farce, Valentina Meiliyana, Yasa Singgih, Elang Gumilang, dan masih banyak lagi pengusaha muda yang merupakan aset berharga bangsa ini. 

Pertanyaanya, bisakah kita seperti mereka? Tentu bisa. Merekalah bukti nyata. Merekalah yang terlebih dahulu berhasil menginjeksikan makna merdeka. Merealisasikannya dengan semangat tersebut.

Menginjeksikan berarti memasukannya dalam benak dan jiwa. Ketika makna merdeka itu telah menjadi dasar pemikiran untuk bertindak, maka apa yang kita lakukan pasti penuh berlandaskan asas kemerdekaan. Hingga menjadi semangat besar untuk berkreasi dan berinovasi.

Oleh karena itu, merdeka tidak hanya direalisasikan dengan upacara sakral, melainkan lebih dari itu. Menginjeksikan maknanya dalam sendi-sendi kehidupan kita sehari-hari. Hal tersebut tentu dengan tujuan agar bangsa Indonesia lebih bergairah, antusias, dan optimis dapat membangun negeri ini dengan kreativitas sendiri.

Merdeka Indonesia! Merdeka untuk kIta semua yang mulai berdikari. Membuka mata, hati, dan pikiran bahwa kitalah pemilik negeri yang kaya ini. Kitalah yang memiliki hak penuh atas tanah nenek moyang. Kita pulalah yang berkewajiban mengolahnya, maka hak merdeka itu akan kita dapat dan rasakan secara nyata.

Mari berbegas bangsa Indonesia, kita olah kekayaan ini dari rakyat untuk rakyat. Hidup Indonesia!.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar