Pages - Menu

Senin, 09 Desember 2013

Lebih Dekat Bersama Winni



Sukabumi,

MENDUNG menghitam siang itu menggelayut dilangit Kota Sukabumi. Mungkin turun hujan deras atau gerimis kecil dengan angin dan petir [Pancaroba]. “Saya bukan type gadis Pancaroba yang sesekali hujan, lantas menghembuskan angin atau terbatuk-batuk seperti petir.”

Fenomena alam jadi awal perbincangan seusai shalat duhur di teras Mesjid al- Ikhlas Balaikota Sukabumi, Kamis keempat November. Itu awal pertemuan setelah janji jumpa dua pekan silam, setelah baca puisi didepan Walikota dan petinggi lainnya pada peringatan Hari Sumpah Pemuda.     
   
Sebuah judul demonstratif “Surat dari Pemuda” meski terkesan kurang menggigit. Terlebih jika disandingkan dengan pernyataan para bijak. “Jangan Tanya apa yang bisa didapat dari negara. Tapi tanyakan, apa yang bisa kita berikan” Tapi itu awal baik untuk pemula dan mewarnai.

“Tidak terlalu lama puisi itu tercipta. Atas izin Allah Yang Maha Mengetahui, bertepatan dengan puncak peringatan Sumpah Pemuda. Akhirnya saya bisa ungkapkan uneg-uneg yang entah untuk siapa uneg-uneg itu,” jelas Winni gadis yang terlahir putra kedua 4 bersaudra itu.

Pengagum berat seorang motivator muda berbakat Setia Furqon Kholid. Lelaki yang dikenal trainer asal Bandung itu pun kerap menjadi inspirasi gadis pemilik nama lengkap “Winni Siti Alawiah, jebolan UPI Bandung 2013 itu.

“Dia itu generasi muda masa kini yang berkarakter. Dia juga mapan yang juga pengusaha muda. Dia energik, layak jadi tauladan. Dia juga penulis tiga buku yang best seller dan boss sebuah travel ternama di Bandung. Kita lama kehilangan sosok muda seperti dia,” ungkap Winni.

Remaja penyuka “Kerak Telor” tiga tahun menekuni Bahasa dan Sastra Indonesia adalah salah satu fatamorgana yang Ia impikan dan Ia kejar dan tangkap. “Saya memang pernah bermimpi jadi penulis atau sastrawan selain obsesi terpenting dalam hidup saya ialah menjadi Dosen.”
Setelah tak lagi akrab dengan atmosfir kampusnya di Setiabudi, Bandung Utara itu. Winni kini mulai menata impiannya agar menjelma melalui pengabdiannya di sebuah lembaga bimbingan belajar. “Kalau sudah didepan anak-anak, ringan terasa langkah kaki ini. Indah pula alam fana ini.” 

Perempuan munggil berhijab itu kerap tersenyum dan merundukan wajahnya saat berbincang siang itu. Ada sisa air wudlu didahi anak rambutnya. Ia yang lahir di Sukabumi 26 Agustus 1991. Ia mengaku menyimpan apik sejumlah Cerpen dalam bahasa Indonesia dan Sunda serta sejumlah artikel lainnya.

Sambil menatap lantai mesjid Ia menyebutkan sejumlah media cetak di Bandung pernah menerbitkan tulisannya. “Ya imbalan dari tulisan itu bisa bantu melengkapi buku-buku yang sangat perlukan. Saya hanya ingin membahagiakan kedua orang tua, itu saja.”  

Hampir 60 menit Kami berbincang di teras mesjid Al- Ikhlas Balaikota. Ternyata remaja dari keluarga Deden Dendayasa dan Rosita itu pernah menjajal kemampuannya dalam ajang lomba baca puisi nasional dan menggondol trophy Kemenpora. “Perhelatan nasional HIMI Persis dua tahun silam. Ada juga beberapa trophy regional dan lokal Bandung semasa kuliah dulu.” Wini menyudahi bincang-bincang. Bravo. [Syarief Oktora].-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar