Sukabumi,
|
|
Penyakit TBC (Tuberkulosis) saat ini memang
kurang populer dibandingkan dengan flu burung, HIV/AIDS atau DBD. Sehingga kurang
kurang mendapat perhatian serius dari masyarakat. Padahal, penyakit ini
merupakan penyakit menular yang dapat menyebabkan kematian.
Mencermati kondisi demikian Pemerintah Kota
Sukabumi melalui peran dinas Kesehatan menyelenggarakan Advokasi P2TB MDR dan
pembentukan Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) dilangsungkan baru-baru ini (6/2) 2014 di
operation room Setda yang dibuka secara resmi oleh Walikota , H. Mohamad
Muraz, SH MM , diikuti Organisasi Perangkat daerah terkait dengan nara sumber dari PPTI dan Dinas Kesehatan Provinsi jawa barat.
Kepala Dinas kesehatan Kota Sukabumi, dr.
Rita mengemukakan bahwa dalam upaya meminimais tingkat penularan Tuberkulosis
MDR, pihaknya akan membangun sebuah ruangan khusus sebagai pelayanan primer di
tingkat puskesmas –puskesmas, agar penyakit tersebut tidak mudah tertular dan
yang terpenting “ungkapnya” kepatuhan dan keseriusan pasien untuk berobat secara rutin guna mencegah kasus TB ke TB
MDR.
Lebih lanjut dikemukakan dr. Rita kalau sudah
beranjak ke Tubekulosis (TB) MDR harus ditangani oleh pihak rumah sakit Hasan
Sadikin Bandung setelah memperoleh rujukan dari pihak Dinas Kesehatan dan
biayanya cukup mahal per pasien mencapai 100 juta rupiah. Oleh karena Dr.
Rita mengharapkan kepada OPD terkait
dan aparat wilayah untuk dapat membantu mensosialisasikan kasus TB tersebut kepada masyarakat.
“Penyakit TBC dapat disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya karena faktor lingkungan (rumah dan lingkungan yang kurang
memenuhi syarat kesehatan), faktor perilaku personal yang tidak sehat dan
faktor genetika (keturunan). Gejala orang yang suspek TBC antara lain menderita
batuk terus menerus selama lebih dari tiga minggu, berat badan turun, sakit
pada bagian dada dan selalu berkeringat pada malam hari” ujarnya.
Diungkapkan dr. Rita jika
salah satu anggota keluarga mengalami gejala-gejala penyakit TB, segera bawa
ke dokter, puskesmas atau rumah sakit karena penanganan yang dilakukan lebih
dini akan lebih cepat menemukan penyebab dan pengobatan yang tepat. Petugas
medis yang menangani pasien suspek atau penderita TB perlu meyakinkan bahwa
penyakit ini dapat disembuhkan dengan pengobatan yang intensif dan terus
menerus sesuai petunjuk. Selain meyakinkan pasien, petugas kesehatan juga
perlu memberikan penyuluhan kepada anggota keluarga pasien agar melakukan
pemeriksaan seluruh anggota keluarga karena dikhawatirkan penyakit TB
disebabkan faktor genetika (keturunan). Demikian pula untuk anggota keluarga
atau orang yang berperan sebagai PMO (Pengawas Menelan Obat) perlu diberikan
pengarahan karena dengan kerjasama yang baik antara petugas kesehatan, PMO
dan pasien akan mempengaruhi keberhasilan pengobatan.
Menurut ketua panitya penyelenggara, Data WHO
pada tahun 2008 diperkirakan di dunia terdapat 440.000 kasus TB yang resistan
terhadap INH dan Rifampisin (TB MDR) setiap tahunnya dengan angka kematikan
150.000, dari jumlah tersebut baru sekitar 8,5 % yang telah ditemukan dan
diobati. Dari 27 negara tertinggi , Indonesia menduduki ranking ke-9.
“Sejak dimulainya manajemen pengobatan TB MDR
di jawa barat 1 april 2012 sampai bulan julaui 2013 telah diperiksa suspek TB
MDR sebanyak 534 orang penderita, sedangkan masih dalam pengobatan sebanyak
113 orang (21%), meninggal dalam pengobatan 17 orang (15%, Drop out
pengobatan 4 orang (4%).”
Menurutnya
di Kota Sukabumi tahun 2013 jumlah kasus TB yang ditangani sebanyak 335 kasus dari target yang
ditetapkan 366 (91,5%) sedangkan jumlah kasus TB MDR 25 orang dengan hasil 13
orang positif TB MDR, 10 orang sedang dalam pengobatan dan 2 orang meninggal
sebelum pengobatan dan 1 orang meninggal dalam pengobatan. Ujarnya.
|
Minggu, 09 Februari 2014
16.50
jek
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar :
Posting Komentar