oleh ;
Winni
Siti Alawiah,SPd
guru GO smi
Musim hujan 2008. Lima tahun sudah Aliq
melakukan pengembaraan. Menjadi salah satu diantara orang-orang yang
tinggal di jalanan ibukota. Diadan
Sandra, wanita yang
disukainya tidak bicara selama lebih dari lima bulan, sejak Agustus yang lalu.
Aliq menelepon kakak perempuannya.
“Tolong beritahu Sandra, telepon aku hari ini”
Petang itu mengantarkan Sandra ke sebuah
telepon umum pinggiran kota..
“Kenapa kamu tidak meneleponku?”
“Aku tak punya sesuatu untuk dibicarakan”
“Apa kamu
siap untuk datang?” Aliq bertanya kembali.
“Sepertinya kau sedang bercanda,”
Ketika menghirup lem di Jakarta, dia seringkali
mengatakan hal yang tidak sungguh-sungguh dia maksudkan. Bahkan seandainya dia
serius. Sandra tidak bisa pergi sampai Aulia paling tidak berusia delapan
tahun. Itu janjinya.
“Kamu harus membuat keputusan sekarang. Jika tidak
aku bersumpah. Membangun kehidupan baru dengan wanita lain”
“Aku tidak mau pergi”
“Aku telah berubah. Kecanduanku akan alkohol sudah
berkurang. Tidak lagi menghirup lem hingga tak sadarkan diri”.
“Aku bukan yang dulu lagi, aku sudah lebih baik”
tambahnya
Sandra bergeming.
“Jika kamu datang, itu akan menjadi hal terbaik bagi
Aulia. Aku yakin. Bersama, kita akan berjuang mengumpulkan pundi-pundi uang.
Demi kehidupan yang lebih baik bagi kita dan Aulia. Kita berdua akan bisa
kembali padanya lebih cepat.”
Sekarang Sandra mendengarkannya. “Aku akan pikirkan
dulu,”.
Jawabannya memenuhi pikiran dan menumbuhkan harapan
pada diri Aliq. Dia mulai menelepon Sandra terus-menerus.
“Aku membutuhkanmu. Kamu adalah ibu dari dari
anakku. Kamu satu-satunya wanita yang ingin kunikahi”.
Siang dan malam
Sandra mempertimbangkan ajakkan
Aliq, hingga banyak angan dalam benaknya mulai muncul kepermukaan. Jika dia
tetap tinggal dan menikahi pria lain. Mungkin Aulia tak akanmendapatkan kasih
seperti yang diberikan ayah kandungnya.
Sandra mengikuti kata hatinya. Pergi mungkin akan
membantu Aulia. Akhirnya, dia akan bersama dengan ibu dan ayah yang
sesungguhnya. Semua dilakukan bersama-sama.
Keluarga yang lengkap. Sandra mencapai kesepakatan dengan Aliq. Aulia
akan tinggal dengan saudara perempuan Aliq tetapi menghabiskan akhir minggu
dengan ibunya.
“Aku akan melakukannya untuk anak perempuanku,”
Beberapa hari kemudian , kabar sampai pada Sandra
dari seorang teman lama Aliq. Dia akan menelepon minggu depan, mungkin pada
Selasa atau Rabu. Sandra harus siap.
Sandra membawa seluruh baju dan boneka Aulia ke
rumah petak kecil berbatu bata merah tempat Fahla tinggal di belakang tempat
tinggal neneknya. Dia menunggu teman lama Aliq menelepon Nova dari sebelah,
rumah Fahla, yang baru saja terhubung dengan layanan telepon. Sandra terus
memeluk anak perempuannya berkali-kali. Dia menangis dan menangis.
Aulia bertanya. “Kenapa ibu terus menangis?”
Sandra memberi tahu Aulia bahwa lengannya sakit. Dia
juga mengatakan bahwa lubang di bagian dalam mulutnya membuatnya perih dan
menangis.
“Jangan nangis bu..” kata Aulia. Sedih oleh air mata
ibunya, Aulia menangis juga.
“Mengapa kamu menangis?” tanya Nova pada gadis kecil
itu.
“Karena ibu.., aku jadi sedih, ibu nangis. Terus
terusan menangis”. Suara kecilnya terdengar parau.
Sandra belum memberi tahu anak perempuannya bahwa
dirinya akan pergi. Dia tidak bisa. Namun, Aulia pintar.
Seorag tetangga bertanya pada Sandra, “Apa kamu
sudah mau berangkat?”
Aulia bertanya, “Kemana ibu akan pergi?”
Dia juga bertanya pada ibunya mengapa dia
memindahkan seluruh pakaiannya dari rumah neneknya ke rumah Fahla. Mengapa, dia
bertanya pada ibunya, Sandra mengemasi sebuah tas ransel merah dengan
baju-bajunya sendiri? “Ibu mau pergi keluar,” kata Sandra. “Ibu akan segera
kembali.”
“Ibu mau pergi ke mana?”
“Ibu mau pergi ke Kota.”
“Apa Ibu akan kembali lagi kesini?”
“Iya”
Aulia memercayainya, dan kali ini Sandra memang
kembali. Kadang-kadang, ketika Aulia bertanya apakah ibunya akan kembali,
Sandra diam. Dia tidak menjawab.
Dia tidak suka berbohong pada Aulia. Tetapi Sandra
yakin anak perempuannya terlalu muda, pada usia tiga setengah tahun untuk memahami kebenaran. Dia tidak bisa
menangani suatu kejadian, permintaan-permintaan Aulia untuk membawanya pergi
bersamanya. Dia tak ingin melihat anak perempuannya menangis . Ini lebih mudah,
lebih baik, kata Sandra pada dirinya sendiri untuk menguatkan tekadnya.
Rabu, teman lama Aliq itu menelepon pada pukul satu
dini hari. Sandra harus berada di seberang kota. Di stasium bus utama degung
Sukabumi, pada pukul setengah empat pagi. Teman lama Aliq itu mengatakan bahwa
dia akan memakai kemeja abu dan jins biru. Apa yang akan Sandra pakai? Blus
biru dongker dan jins biru
Sandra kembali ke rumah Fahla dengan Aulia. Dia
menggendongnya dalam pelukannya dan memberinya sebotol susu terakhir.
Sandra pergi ke tempat nenek Aliq. “Saya mau pergi
sekarang. Selamat tinggal,” katanya.
“Tuhan menyertaimu Nak,” kata Nenek. Keluarga akan
mendoakan selama perjalanannya ke Jakarta, kata nenek Aliq padanya.
Di sebelah rumah, di rumah Nova, Sandra memeluk ibu
dan saudara perempuannya. Nova, bibi Aliq, membawa Aulia kembali ke
rumah Fahla, berharap untuk mencegah sebuah kejadian. Aulia tak akan mengalami sesuatu
pun dalam kepahitan itu. Namun, Aulia mendengar secara tidak sengaja beberapa
ucapan selamat tinggal itu, bahwa Nova akan mengantar Sandra dengan mobil ke
terminal bus.
“Aku ikut! Aku ikut untuk mengantar ibu,” katanya
pada Nova, yang merasa kasihan.
Aulia berlari ke mobil dan masuk. Sandra mengambil
ransel itu, yang berisi baju ganti dan satu foto anak perempuannya. Fahla dan
calon suaminya ikut naik.
Di terminal bus, Nova tak akan membiarkan Aulia
keluar dari mobil. Sandra kembali mengatakan pada dirinya sendiri bahwa
semuanya akan baik-baik saja, bahwa Aulia tidak sungguh-sungguh mengerti apa
yang sedang terjadi.
Sandra tidak mengucapkan selamat tinggal pada anak
perempuannya. Dia pun tidak memeluknya. Dia keluar dari mobil dan berjalan
dengan bersemangat ke dalam terminal bus. Dia tidak menoleh ke belakang. Dia
tidak pernah mengatakan padanya bahwa dia akan pergi lama ke Jakarta.
Nova mengangkat Aulia ke dekat jendela mobilnya.
Saat bus yang dinaiki ibunya berangkat dari terminal, dia menyuruh gadis itu
untuk mengatakan selamat jalan. Aulia kecil melambaikan kedua tangannya dan
berteriak.
Air mata takterelakan.
Musim
hujan 2012. Kini
gadis kecil yang pernah melambaikan tangan untuk ibunya tepat berusia lima
belas tahun. Dengan seulas senyum penuh makna akan harapan, langkahnya selalu
terhenti tepat di tempat terakhir dia mengantarkan ibunya
*Mahasiswa
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI)
NIM :
0906903
Alamat : Jl. Jaya Perkasa kp.
Negla Hilir
No. 11 Rt
001/05 Kel. Isola Kab.
Bandung 40375
0 komentar :
Posting Komentar