Oleh :
Dudung Koswara, M.Pd
Radar
Sukabumi dalam headline-nya menuliskan Kota Sukabumi rangking pertama se-Jawa
Barat dalam temuan penyimpangan anggaran (23/12/13). Ini sebuah temuan BPK yang dilansir oleh Forum
Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA). Informasi ini sangat
menampar perasaan rakyat Kota Sukabumi. Mengapa demikian? Karena selama ini rakyat Kota
Sukabumi sangat percaya dengan
kemajuan-kemajuan yang diraih Kota Sukabumi.
Nama
baik Kota Sukabumi menjadi sorotan bila
apa yang dilansir FITRA benar adanya. Penulis sangat menyayangkan bila bancakan APBD terjadi seperti di daerah
lainnya. APBD yang sejatinya adalah
milik rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat sebaiknya penganggarannya terlaksana
dengan terang benderang. Sungguh merugikan dan pasti telah mengganjal proses
pembangunan di Kota Sukabumi.
Bukankah
pembangunan dan citra “kampung halaman” itu harus kita jaga dan sukseskan bersama? Berbangga karena prestasi akan sangat
berbeda kenyataanya dengan diolok-olok teman dari daerah lain karena banyak
penyimpangan sampai 156 kasus. Kota
Sukabumi adalah kampung halaman kita yang harus memiliki nama baik. Keringat
dan segenap kemampuan bila perlu kita
sumbangkan untuk membangunnya.
Sebelumnya
beberapa prestasi tak terhitung didapat oleh pemerintah Kota Sukabumi, bahkan
banyak yang belajar dan tertarik dengan tata kelola pemerintahan Kota Sukabumi.
Sukabumi dari luar seksi dan memesona. Kenyataannya jangan seperti fenomena “hileud peuteuy” atau bagai “gadis sari
gunung” dari kejauhan cantik tetapi
setelah didekati berbanding terbalik. Indah kelihatannya tetapi buruk didalamnya.
Ini sebuah tanggung jawab kita semua warga Kota Sukabumi untuk memulihkan citra
kampung halaman, terutama yang memiliki
autoritas formal di pemerintahan.
Eksekutif,
legislatif dan yudikatif harus seirama dalam mengikuti irama tuntutan pembangunan yang
endingnya adalah untuk rakyat. Penari
yang baik kata Zaenudin MZ adalah penari yang mampu mengikuti irama gendang.
Penonton (rakyat) akan tertarik bila tarian birokrasi sesuai tuntutan
rakyatnya. Apalagi bila sang penari yang
elok menghampiri penonton (rakyatnya) dan mengajaknya menari
bersama. Sinergintas birokrat dan rakyat
dalam sebuah “tarian” adalah
simbol suksesnya sebuah gelaran.
Menanggapi
“irama” menyimpang di atas, Wakil Walikota Sukabumi, Ahmad Fahmi
menyatakan penyimpangan 156 kasus adalah temuan (BPK) pada masa pemerintahan
sebelumnya. Sungguh menyedihkan bila penyimpangan anggaran sampai angka 1,3
trilyun. Kekeliruan, perkeliruan dan
penyimpangan yang terlalu besar adalah manifestasi dari lemahnya keberfungsian
birokrasi. Lemahnya keberpihakan pada kesejahteraan masyarakat.
Birokrasi yang profesional, proporsional dan moralis
akan menjauhkan niat buruk untuk menyimpangkan anggaran (APBD). APBD hakekatnya
adalah milik rakyat maka orientasinya adalah pelayanan pada kehidupan rakyat. Ganjar
Kurnia, sosiolog dari Universitas Padjadjaran Bandung menyatakan, kecenderungan
pemerintah daerah lebih meningkatkan kesejahteraan birokrat dibanding membangun fasilitas sosial ekonomi masyarakat
umum.
Padahal
bila pembangunan fasilitas publik dikelola secara serius, berpihak pada
“kesedihan” rakyat dan disiplin anggaran
maka akan melahirkan geliat sosial ekonomi yang baik. Di negara-negara maju fasilitas publik itu diutamakan karena akan
menjadi faktor strategis dalam melayani
geliat konstruktif publik.
Disayangkan
bila benar bahwa Kota Sukabumi “terbaik”
se-Jawa Barat dalam penyimpangan anggaran baik disengaja ataupun tidak
disengaja. Semoga kekeliruan masa lalu
itu dapat diperbaiki dengan sungguh-sungguh
pada hari ini. Mario Teguh menyatakan, untuk memperbaiki masa lalu dapat
dilakukan pada hari ini karena hari ini akan menjadi masa lalu.
Mengutip
pendapat Walikota Bandung M. Ridwan Kamil, Ia menyatakan untuk membangun sebuah
kota yang baik setidaknya perlu dua hal, pertama keberfungsian dan yang kedua adalah identitas. Keberfungsian dapat kita maknai berperannya
semua warga kota dalam mengkontribusikan diri sesuai dengan kemampuan dan
pekerjaannya. Para birokrat harus menjadi pekerja yang “berfungsi” melayani kepentingan publik.
Rakyat harus berfungsi sebagai penyokong lahirnya budaya partisipatif, kreatif,
mandiri, toleran, bertanggung-jawab dan cinta damai.
Identitas
maksudnya adalah sebuah ciri positif yang dapat menjadi landasan bersama dalam
membangun kota. Kota yang berkarakter
dan has dalam penampilan, tindakan dan
cara penyelesaian maslah. Bukan
premanisme yang mesti berkembang dan menjadi identitas melainkan kreatifitas
dan keluhuran akal budi dalam membangun kesejahteraan bersama. Yang harus lahir
di Kota Sukabumi bukan agresifitas dan rivalitas ormasnya melainkan kreatifitas, geliat ekonomi dan cinta
damainya.
Kota
Sukabumi memiliki peluang untuk menjadi kota yang baik dan percontohan kota
lain asal mau belajar dan terus membenahi diri. Semoga tradisi “bancakan” yang berkonotasi negatif tidak identik
dengan birokrat Kota Sukabumi.
Semoga birokrasi kita dapat belajar pada
“Drama Ratu Atut”. Banten yang terkenal dengan “jawaranya” kini lebih terkenal
dengan Ratu Atutnya yang dianggap tak
peduli rakyatnya, Ia pernah belanja pribadi 1.2 milyar fantastis. Ia hanya
peduli pada APBD (Anggaran Pribadi Belanja Dimana-mana).
Filosofi
berakit-rakit kehulu berenang ketepian nampaknya masih relevan dalam kehidupan
kita. Berjuanglah dalam arti penuh
pengabdian dan pengorbanan untuk mendapatkan kesuksesan/kesenangan dikemudian
hari. Jangan sebaliknya, bersenang-senang dahulu, kemudian
istirahat di istana prodeo. Bukankah Angelina Sondakh, Rudi Ribiandini,
Joko Susilo, Ratu Atut dan Akil Mochtar adalah salah satu bukti
bersenang-senang dahulu lalu menderita kemudian?
Mari
para penentu Kota Sukabumi untuk membangun Kota Sukabumi lebih baik. Cukuplah
nama baik untuk para pemimpin karena nama itu akan menghantarkannya ke surga.
Cukuplah hidup baik dan sejahtera untuk
rakyat Kota Sukabumi karena realitas ini
akan mendoakan para pemimpin
sejahtera lahir dan bathin. Sukses Kota Sukabumi adalah buah dari
kerjasama para birokrat dan rakyat. Manunggal, bukan menanggal atau
meninggalnya kerjasama.
0 komentar :
Posting Komentar