Minggu, 09 Agustus 2015

Realisasi Pancasila untuk Papua Kita

Oleh Winni Siti Alawiah,SPd
Guru SMAN I  Sukabumi / guru GO Sukabumi

Sebuah foto penuh makna dari seorang sahabat yang menjadi tenaga pendidik dalam program SM3T (Sarjana Mengajar di daerah Terpencil, Terluar, Tertinggal).  Foto itu berisi jawaban dari soal latihan siswa sekolah dasar setelah pembelajaran.
Nama Negara Kita adalah? PAPUA
Apa yang kita rasakan ketika melihat jawaban saudara kita?
Adakah kelupaan mereka akan bangsa kita, Indonesia?
Melupakan? Terlupakan? Atau disenyapkan oleh gempita para asing?
Siapa para asing itu, hingga tega membuat saudara kita lupa akan bangsa ini?
Bukan lagi saatnya menutup mata akan mereka (para asing) yang sudah jelas menguasai tambah di tanah cendrawasih ini. Jelas bahwa kini PR besar bagi kita semua untuk mengembalikan hak-hak warga negara pada saudara kita. Mereka warga Papua.
Ini yang akan saya sampaikan pada Indonesia jika diberikan kesempatan menulis atau berbicara tentang Papua di media.
“Pandanglah saudara kita di Papua seperti kita memandang saudara sesuku. Katakan pada mereka bahwa aku dan kamu semua adalah KITA. Bangsa Indonesia dengan negara yang sama yaitu Indonesia. Katakan tidak untuk menjadi buruh bagi mereka yang berkelakar di atas tanah cendrawasih!”.
Apalah pernyataan di atas apabila tak tersampaikan dan tidak direalisasikan dalam bentuk tindakan nyata. Kebijakan-kebijakan yang membantu saudara kita untuk dapat bekerja sebagai pemilik bukan pesuruh.
Bukanlah persoalan mampu atau tidak ketika kita bicara bahwa tambang di Papua yang harus dikuasai asing. Namun, adakah kesempatan yang diberikan pemerintah untuk para penerus bangsa ini untuk mencoba menjalankannya dengan segala teknologi yang diciptakan sendiri?. Rasanya akan sangat membanggakan, apabila putra bangsa sendiri yang memimpin tambang-tambang di Papua. Provinsi dengan kekayaan alam yang begitu nyata berlimpah dan dapat menjamin kemakmuran masyarakatnya.
Namun hal sebaliknya yang begitu memilukan. Selalu hati ini bergetar ketika mendengar dari sahabat-sahabat tentang kabar dari saudara kita.
Ketika upacara, mereka yang semangat berbaris tegap di lapangan harus menunggu sangsaka merah putih yang harus dijait karena robek dan warnanya pudar.
Ketika sekolah, semua siswa harus merelakan sepatunya kotor dan bajunya terkena getah tanaman karena merek harus melewati jalanan terjal tanpa aspal dan hutan penuh semak belukar.
Ketika televisi, radio, smartphone, laptop, dan barang elektronik lainnya menjadi barang langka dan luxurious. Padahal bukan mereka tidak ingin mengenal atau belajar menggunakannya, tetapi mereka dijauhkan seolah terisolir oleh kata ‘pembangunan’.
Selalu dikatakan bahwa Indonesia negara berkembang yang sedang dalam proses pembangunan secara menyeluruh. Lalu, pembangunan itu sudah sampai dimana bagi Papua?. Kita semua harus membuka mata dan hati, bahwa kita belum sepenuhnya merealisasikan pancasila.
Pancasila sebagai dasar negara ini belum kita realisasikan secara sungguh-sungguh. Perlu dukungan materi dan moril dari kita semua sebagai bangsa Indonesia. Ayo kita tunjukkan bahwa pancasila itu benar-benar mendasari kehidupan saudara kita di Papua.
Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam hal ini sensitivitas adalah hal utama yang harus ditangani dengan hati-hati. Mengingat Papua yang masih banyak menganut beberapa kepercayaan suku. Namun bukan menajdi penghalang untuk pemerintah melakukan pendekatan yang ramah mengenalkan makna ketuhan yang maha esa. Bahwa di Indonesia terdapat beberapa agama yang diakui. Diharapkan dengan hal itu tidak akan ada kerusuhan perusakan masjid atau tempat ibadah lainnya.
Kemanusiaan yang adil dan beradab. Adil artinya merata atau sesuai dengan tanggung jawab dan haknya. Apa yang harus diberikan secara adil dan beradap. Tentu saja hak-hak warga negara. Kehidupan yang layak, perlindungan hokum, pendidikan, kebebasan berbicara, dan segala hal yang sesuai dengan hak asasi manusia. Pemerintah dapat telah memulainya dengan pendidikan yang layak, membuat program pembangunan dan mengajar. Salah satunya adalah program SM3T (Sarjana mengajar di daerah terpencil, tertinggal, terluar). Capaianya akan hak tas pendidikan yang layak itu harus kita wujudkan dengan usaha bersama. Pemerintah sebagai pemangku kekuasaan dapat secara berkala melakukan berbagai pembangunan untuk kebutuhan sekolah, mulai dari buku yang lengkap, seragam yang baik, pengajar yang tidak hanya melalui program yang sama.
Persatuan Indonesia. Rasa persatuan itu akan tumbuh seiring waktu dan intensitas kebersamaan. Bukankah kita akan merasa menjadi keluarga ketika kita tingga bersama, melakukan banyak hal bersama, hingga saling membantu dalam berbagai hal yang kecil. Maka begitu pula dengan suadara kita di sana. Mereka tentu belum merasakan rasa persatuan itu. Solidaritas adalah hal utama yang dapat kita jadikan landasan dalam setiap program yang berkaitan dengan pembangunan di Papua.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Siapa yang memimpin Papua, ketika di sumber tambah saja mereka hanya sebagai calo dan kuli?. Kita semua tahu, bahwa pemberitaan mengatakan bahwa Indonesia kembali melimpahkan tambah Papua pada pihak asing dengan pertimbangan dan alasan bahwa belum ada tenaga dan teknologi yang mampu menanganinya. Pertanyaan besar, jika kita memiliki seorang Habibie yang dapat membuat pesawat terbang, mungkinkah ada putra bangsa yang mengidolakannya berusaha keras menjadi seorang tenaga ahli yang dapat menjalankan atau bahkan membuat alat tambah yang handal?. Tentu itu mungkin dan pasti ada. Disinilah peran para guru (pendidik) untuk mengasah, mendampingi, mengajarkan, dan memotivasi para siswanya untuk menjadi seorang yang cerdas.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Adil bukan berarti pembagian secara sama dalam ukuran kuantitatif. Namun kualitatif (kebijakan) pun harus dibuat sesuai kebutuhan. Tidak bisa sebuah kebijakan diberikan pada satu provinsi dengan provinsi lainnya. Begitu pula dnegan Papua. Kita tidak bisa menyamakan kebutuhan siswa Papua dengan siswa di provinsi Jawa. Buku gratis salah satu contohnya, tentu saja Papua yang patut menjadi sasaran utamanya. Mengingat akses internet untuk mengunduh buku elektronik yang disediakan pemerintah belum terjamah. Maka, distribusi buku harus diupayakan secara serius dan cepat.
Jemari ini masih ingin terus menulis, menumpahkan segala hal tentang Papua kita. Mencoba mengingatkan kita tentang keberadaan saudara kita yang masih sangat membutuhkan segala hal dari kita semua. Ayo kita bersama bangun dan pegang erat Papua agar tidak pergi. Pergi atau terus menimbun dosa karena kita membiarkan kedzaliman di negeri cendrawasih itu?.

0 komentar :

Posting Komentar