Realisasi Pancasila untuk Papua Kita
Oleh Winni Siti Alawiah,SPd
Guru SMAN I Sukabumi / guru GO Sukabumi
Sebuah foto penuh makna dari seorang sahabat
yang menjadi tenaga pendidik dalam program SM3T (Sarjana Mengajar di daerah
Terpencil, Terluar, Tertinggal). Foto itu berisi jawaban dari soal
latihan siswa sekolah dasar setelah pembelajaran.
Nama Negara Kita adalah?
PAPUA
Apa yang kita rasakan ketika melihat jawaban
saudara kita?
Adakah kelupaan mereka akan bangsa kita,
Indonesia?
Melupakan? Terlupakan? Atau disenyapkan oleh
gempita para asing?
Siapa para asing itu, hingga tega membuat
saudara kita lupa akan bangsa ini?
Bukan lagi saatnya menutup mata akan mereka
(para asing) yang sudah jelas menguasai tambah di tanah cendrawasih ini. Jelas
bahwa kini PR besar bagi kita semua untuk mengembalikan hak-hak warga negara
pada saudara kita. Mereka warga Papua.
Ini yang akan saya sampaikan pada Indonesia
jika diberikan kesempatan menulis atau berbicara tentang Papua di media.
“Pandanglah saudara kita di Papua seperti kita
memandang saudara sesuku. Katakan pada mereka bahwa aku dan kamu semua adalah
KITA. Bangsa Indonesia dengan negara yang sama yaitu Indonesia. Katakan tidak
untuk menjadi buruh bagi mereka yang berkelakar di atas tanah cendrawasih!”.
Apalah pernyataan di atas apabila tak
tersampaikan dan tidak direalisasikan dalam bentuk tindakan nyata.
Kebijakan-kebijakan yang membantu saudara kita untuk dapat bekerja sebagai
pemilik bukan pesuruh.
Bukanlah persoalan mampu atau tidak ketika
kita bicara bahwa tambang di Papua yang harus dikuasai asing. Namun, adakah
kesempatan yang diberikan pemerintah untuk para penerus bangsa ini untuk
mencoba menjalankannya dengan segala teknologi yang diciptakan sendiri?.
Rasanya akan sangat membanggakan, apabila putra bangsa sendiri yang memimpin
tambang-tambang di Papua. Provinsi dengan kekayaan alam yang begitu nyata
berlimpah dan dapat menjamin kemakmuran masyarakatnya.
Namun hal sebaliknya yang begitu memilukan.
Selalu hati ini bergetar ketika mendengar dari sahabat-sahabat tentang kabar
dari saudara kita.
Ketika upacara, mereka yang semangat berbaris
tegap di lapangan harus menunggu sangsaka merah putih yang harus dijait karena
robek dan warnanya pudar.
Ketika sekolah, semua siswa harus merelakan
sepatunya kotor dan bajunya terkena getah tanaman karena merek harus melewati
jalanan terjal tanpa aspal dan hutan penuh semak belukar.
Ketika televisi, radio, smartphone,
laptop, dan barang elektronik lainnya menjadi barang langka dan luxurious. Padahal
bukan mereka tidak ingin mengenal atau belajar menggunakannya, tetapi mereka
dijauhkan seolah terisolir oleh kata ‘pembangunan’.
Selalu dikatakan bahwa Indonesia negara
berkembang yang sedang dalam proses pembangunan secara menyeluruh. Lalu,
pembangunan itu sudah sampai dimana bagi Papua?. Kita semua harus membuka mata
dan hati, bahwa kita belum sepenuhnya merealisasikan pancasila.
Pancasila sebagai dasar negara ini belum kita
realisasikan secara sungguh-sungguh. Perlu dukungan materi dan moril dari kita
semua sebagai bangsa Indonesia. Ayo kita tunjukkan bahwa pancasila itu
benar-benar mendasari kehidupan saudara kita di Papua.
Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam hal ini
sensitivitas adalah hal utama yang harus ditangani dengan hati-hati. Mengingat
Papua yang masih banyak menganut beberapa kepercayaan suku. Namun bukan menajdi
penghalang untuk pemerintah melakukan pendekatan yang ramah mengenalkan makna
ketuhan yang maha esa. Bahwa di Indonesia terdapat beberapa agama yang diakui.
Diharapkan dengan hal itu tidak akan ada kerusuhan perusakan masjid atau tempat
ibadah lainnya.
Kemanusiaan yang adil dan beradab. Adil
artinya merata atau sesuai dengan tanggung jawab dan haknya. Apa yang harus
diberikan secara adil dan beradap. Tentu saja hak-hak warga negara. Kehidupan
yang layak, perlindungan hokum, pendidikan, kebebasan berbicara, dan segala hal
yang sesuai dengan hak asasi manusia. Pemerintah dapat telah memulainya dengan
pendidikan yang layak, membuat program pembangunan dan mengajar. Salah satunya
adalah program SM3T (Sarjana mengajar di daerah terpencil, tertinggal,
terluar). Capaianya akan hak tas pendidikan yang layak itu harus kita wujudkan
dengan usaha bersama. Pemerintah sebagai pemangku kekuasaan dapat secara
berkala melakukan berbagai pembangunan untuk kebutuhan sekolah, mulai dari buku
yang lengkap, seragam yang baik, pengajar yang tidak hanya melalui program yang
sama.
Persatuan Indonesia. Rasa persatuan itu akan
tumbuh seiring waktu dan intensitas kebersamaan. Bukankah kita akan merasa
menjadi keluarga ketika kita tingga bersama, melakukan banyak hal bersama,
hingga saling membantu dalam berbagai hal yang kecil. Maka begitu pula dengan
suadara kita di sana. Mereka tentu belum merasakan rasa persatuan itu.
Solidaritas adalah hal utama yang dapat kita jadikan landasan dalam setiap
program yang berkaitan dengan pembangunan di Papua.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Siapa yang memimpin Papua,
ketika di sumber tambah saja mereka hanya sebagai calo dan kuli?. Kita semua
tahu, bahwa pemberitaan mengatakan bahwa Indonesia kembali melimpahkan tambah
Papua pada pihak asing dengan pertimbangan dan alasan bahwa belum ada tenaga
dan teknologi yang mampu menanganinya. Pertanyaan besar, jika kita memiliki
seorang Habibie yang dapat membuat pesawat terbang, mungkinkah ada putra bangsa
yang mengidolakannya berusaha keras menjadi seorang tenaga ahli yang dapat
menjalankan atau bahkan membuat alat tambah yang handal?. Tentu itu mungkin dan
pasti ada. Disinilah peran para guru (pendidik) untuk mengasah, mendampingi,
mengajarkan, dan memotivasi para siswanya untuk menjadi seorang yang cerdas.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Adil bukan berarti pembagian secara sama dalam ukuran kuantitatif. Namun
kualitatif (kebijakan) pun harus dibuat sesuai kebutuhan. Tidak bisa sebuah
kebijakan diberikan pada satu provinsi dengan provinsi lainnya. Begitu pula dnegan
Papua. Kita tidak bisa menyamakan kebutuhan siswa Papua dengan siswa di
provinsi Jawa. Buku gratis salah satu contohnya, tentu saja Papua yang patut
menjadi sasaran utamanya. Mengingat akses internet untuk mengunduh buku
elektronik yang disediakan pemerintah belum terjamah. Maka, distribusi buku
harus diupayakan secara serius dan cepat.
Jemari ini masih ingin terus menulis,
menumpahkan segala hal tentang Papua kita. Mencoba mengingatkan kita tentang
keberadaan saudara kita yang masih sangat membutuhkan segala hal dari kita
semua. Ayo kita bersama bangun dan pegang erat Papua agar tidak pergi. Pergi
atau terus menimbun dosa karena kita membiarkan kedzaliman di negeri
cendrawasih itu?.
0 komentar :
Posting Komentar