Sukabumi,
HIJRAH
secara bahasa berarti “tarku” [meninggalkan]. Dikatakan hijrh ila syai. Berarti
‘intiqal ilaihi’ an ghairihi berpindah dari suatu kepada suatu. Sedangkan
secara istilah hijrah berarti ‘tarku man nahallaa’anhu”: meninggalkan sesuatu yang dilarang oleh Allah
Subhanahu Wa Ta’ala.
Sementara
Rasulullah Sholallohu ‘Alaihi Wasallam bersabda “Orang yang berhijrah adalah orang
yang meninggalkan segala larangan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.” [HR. Bukhari].
Dengan demikian, hijrah secara
maknawi akan terus relevan sampai kapan pun. Nilai dan semangat hijrah haus
kita baa dalam kehidupan modern ini. Kita berhijrah dari kejahiliyahan menuju
Islam. Hijrah dari kebathilan menuju al-haq. Hijrah dari nifaq menuju
istiqomah. Hijrah dari maksiat menuju ta’at. Dan hijrah dari yang haram menuju
yang halal.
Dalam hijrah terkandung tiga [3]
dimensi nilai untuk kita internalisasikan dalam kehidupan modern ini.
Pertama: Dimensi personal, bahwa
setiap mukmin harus selalu lebih baik kualitas keimanannya dari hari kemarin.
Maka kita berhijrah dari kualitas saat ini menuju kualitas yang lebih baik.
Kita haus memperbaiki diri atau Aslahul fardi. Hingga mencapai kualitas pribadi
muslim [syakhshiyah Islamiyahj]. Kita terus berupaya agar menjalankan Islam
secara kaffah, secara komprehensif.
“Hai orang-orang yang beriman,
masuklah kalian ke dalam Islam secara kaffah, dan janganlah kalian ikut
langkah-langkah syaitan, karena syaitan itu musuh yang nyata bagimu” [QS. Al-
Baqarah: 208].
Kedua dimensi social: Bahwa
seorang mukmin harus memperbaiki lingkungan sosialnya. Ia perlu menghijrahklan
keluarga dan tetangganya hingga mencapai karakteristik komunitas Islam [Sya’biyah Islamiyah] Mungkin dalam kontek sekarang kita tidak perlu
pindah ke kota lain, tetapi bagaimana menghijrahkan kota atau daerah kita
menjadi lebih baik.
Dimensi
social juga berarti menata diri kita untuk menjadi bermanfaat secara social.
Memiliki kesadaran berkontribusi [wa’ yul intaji]
Ketiga
dimensi dakwah: Sebagaimana dakwah ke Medinah, adalah dalam kerangka pemenangan
dakwah dari satu marhalah ke marhalah berikutnya. Pembentukan basis social dan
pendirian kepemimpinan Islam, maka semangat hijrah dimasa kini harus juga
berdimensi dakwah.
Kita
terpanggil untuk menebarkan Islam. Menguatkan nilai-nilai kebaikan dan
mendukung dakwah Islam, agar terwujud masyarakat yang Islami dan negeri yang
baldatun thayyibatun wa Rabbun ghafur. Hingga Islam menjadi ustadziyatul alam
[soko guru peradaban].
Hijrah yang dilakukan oleh
Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, sesungguhnya dapat kita terapkan dalam
kehidupan sehari-hari masa kini. Hijrah Rasulullah tersebut hijrah Insaniyah .
Sebagai transformasi nilai-nilai kemanusiaan.
Perubahan paradigma
masyarakat Arab setelah kedatangan Islam
dan pola pikir mereka menunjukan betapa sisi-sisi kemanusiaan dijadikan materi
utama dakwahRasulullah SAW. Bahwa manusia tidak boleh menjadi budak yang
lainnya. Itulah inti kalimah syahadat “”Bahwa tidak ada Tuhan yang patut
disembah kecuali Allah.
Pernyataan syahadat ini secara
langsung mengeliminir segala macam perbudakan dan penguasaan atas seseorang.
Dan inilah yang paling ditakutkan oleh
para bangsawan Mekkah. Seperti Abu Jahal pada waktu itu. Karena misi
kemanusiaan ini dapat merobohkan dominasi mereka atas para budak belian. Dengan
demikian sungguh Islam telah
meletakan sebuah ponmdasi tata nilai
kemanusiaan.
Sebagaimana
dengan tegas disampaikan Rasulullah Shollallohu’ Alaihi Wasallam dalam
khutbahnya ketika haji Wada. “Sesungguhnya darahmu, hartamu, dan kehormatanmu
haram atas kamu” [HR. Bukhari dan Muslim].
Kemudian kita harus memaknai
momentum hijrah ini, sebagai hijrah Tsaqaffiyah. Yaitu hijrah kebudayaan.
Hijrah dari kebudayaan Jahiliyyah menuju kebudayaan Madaniyah. Kebudayaan yang
sarat dengan makna dan kemuliaan, sebagaimana diperlihatkan oleh Rasulullah
dalam tata krama keseharian.
Dalam
pergaulannya, beliau menghargai dan menggauli semua orang dengan cara yang sama
tanpa ada perbedaan. Bahkan lebih dari itu, beliau selalu bertindak sopan dan
ramah kepada semua orang, tak pernah pandang bulu.
Pernah pula Beliau bersabda:
Bahwasannya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq
Inilah sejatinya fondasi
kebudayaan dalam kacamata Islam, yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemuliaan.
Termasuk didalamnya adalah kebersamaan , gotong royong dan kesetiakawanan. Inilah
nilai-nilai yang kini mulai lenyap dari kehidupan kita, digantikan dengan
individualisme dan kafitalisme.
Selanjutnya kita harus memaknai
hijrah sebagai hijrah Islamiyah . Yaitu peralihan kepasrahan kepada Allah
secara total. Momentum hijrah ini harus kita maknai sebagai
upaya peralihan diri menuju kepasrahan total kepada Allah Yang Maha Kuasa.
Artinya setelah modernisme menggiring kita kearah rasionalisme yang
tinggi, hingga menyandarkan kehidupan kepada teknologi. Dan mengandalkan
struktur sebuah system.Maka kini
saatnya kita berbalik kepada
Allah Yang Maha Pencipta.
0 komentar :
Posting Komentar