Sukabumi,
MENDUNG menghitam siang itu menggelayut dilangit Kota Sukabumi.
Mungkin turun hujan deras atau gerimis kecil dengan angin dan petir [Pancaroba].
“Saya bukan type gadis Pancaroba yang sesekali hujan, lantas menghembuskan
angin atau terbatuk-batuk seperti petir.”
Fenomena alam jadi awal perbincangan seusai shalat duhur di teras Mesjid
al- Ikhlas Balaikota Sukabumi, Kamis keempat November. Itu awal pertemuan
setelah janji jumpa dua pekan silam, setelah baca puisi didepan Walikota dan
petinggi lainnya pada peringatan Hari Sumpah Pemuda.
Sebuah judul demonstratif “Surat dari Pemuda” meski terkesan
kurang menggigit. Terlebih jika disandingkan dengan pernyataan para bijak.
“Jangan Tanya apa yang bisa didapat dari negara. Tapi tanyakan, apa yang bisa
kita berikan” Tapi itu awal baik untuk pemula dan mewarnai.
“Tidak terlalu lama puisi itu tercipta. Atas izin Allah Yang Maha
Mengetahui, bertepatan dengan puncak peringatan Sumpah Pemuda. Akhirnya saya
bisa ungkapkan uneg-uneg yang entah untuk siapa uneg-uneg itu,” jelas Winni
gadis yang terlahir putra kedua 4 bersaudra itu.
Pengagum berat seorang motivator muda berbakat Setia Furqon
Kholid. Lelaki yang dikenal trainer asal Bandung itu pun kerap menjadi
inspirasi gadis pemilik nama lengkap “Winni Siti Alawiah, jebolan UPI Bandung 2013
itu.
“Dia itu generasi muda masa kini yang berkarakter. Dia juga mapan
yang juga pengusaha muda. Dia energik, layak jadi tauladan. Dia juga penulis
tiga buku yang best seller dan boss sebuah travel ternama di Bandung. Kita lama
kehilangan sosok muda seperti dia,” ungkap Winni.
Remaja penyuka “Kerak Telor” tiga tahun menekuni Bahasa dan Sastra
Indonesia adalah salah satu fatamorgana yang Ia impikan dan Ia kejar dan
tangkap. “Saya memang pernah bermimpi jadi penulis atau sastrawan selain obsesi
terpenting dalam hidup saya ialah menjadi Dosen.”
Setelah tak lagi akrab dengan atmosfir kampusnya di Setiabudi,
Bandung Utara itu. Winni kini mulai menata impiannya agar menjelma melalui
pengabdiannya di sebuah lembaga bimbingan belajar. “Kalau sudah didepan
anak-anak, ringan terasa langkah kaki ini. Indah pula alam fana ini.”
Perempuan munggil berhijab itu kerap tersenyum dan merundukan
wajahnya saat berbincang siang itu. Ada sisa air wudlu didahi anak rambutnya.
Ia yang lahir di Sukabumi 26 Agustus 1991. Ia mengaku menyimpan apik sejumlah
Cerpen dalam bahasa Indonesia dan Sunda serta sejumlah artikel lainnya.
Sambil menatap lantai mesjid Ia menyebutkan sejumlah media cetak
di Bandung pernah menerbitkan tulisannya. “Ya imbalan dari tulisan itu bisa
bantu melengkapi buku-buku yang sangat perlukan. Saya hanya ingin membahagiakan
kedua orang tua, itu saja.”
Hampir 60 menit Kami
berbincang di teras mesjid Al- Ikhlas Balaikota. Ternyata remaja dari keluarga
Deden Dendayasa dan Rosita itu pernah menjajal kemampuannya dalam ajang lomba
baca puisi nasional dan menggondol trophy Kemenpora. “Perhelatan nasional HIMI
Persis dua tahun silam. Ada juga beberapa trophy regional dan lokal Bandung
semasa kuliah dulu.” Wini menyudahi bincang-bincang. Bravo. [Syarief Oktora].-
0 komentar :
Posting Komentar