Minggu, 09 Februari 2014




 Sukabumi,

Penyakit TBC (Tuberkulosis) saat ini memang kurang populer dibandingkan dengan flu burung, HIV/AIDS atau DBD. Sehingga kurang  kurang mendapat perhatian serius  dari masyarakat. Padahal, penyakit ini merupakan penyakit menular yang dapat menyebabkan kematian.

Mencermati kondisi demikian Pemerintah Kota Sukabumi melalui peran dinas Kesehatan menyelenggarakan Advokasi P2TB MDR dan pembentukan Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI)  dilangsungkan baru-baru ini (6/2) 2014 di operation room Setda yang dibuka secara resmi oleh Walikota , H. Mohamad Muraz, SH MM , diikuti Organisasi Perangkat daerah  terkait dengan  nara sumber dari PPTI  dan Dinas Kesehatan Provinsi jawa barat.

Kepala Dinas kesehatan Kota Sukabumi, dr. Rita mengemukakan bahwa dalam upaya meminimais tingkat penularan Tuberkulosis MDR, pihaknya   akan membangun sebuah  ruangan khusus sebagai pelayanan primer di tingkat puskesmas –puskesmas, agar penyakit tersebut tidak mudah tertular dan yang terpenting “ungkapnya” kepatuhan dan keseriusan  pasien untuk berobat  secara rutin guna mencegah kasus TB ke TB MDR. 

Lebih lanjut dikemukakan dr. Rita kalau sudah beranjak ke Tubekulosis (TB) MDR harus ditangani oleh pihak rumah sakit Hasan Sadikin Bandung setelah memperoleh rujukan dari pihak Dinas Kesehatan dan biayanya cukup mahal per pasien mencapai 100 juta rupiah. Oleh karena Dr. Rita  mengharapkan kepada OPD terkait dan aparat wilayah untuk dapat membantu mensosialisasikan  kasus TB tersebut kepada masyarakat.

“Penyakit TBC dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya karena faktor lingkungan (rumah dan lingkungan yang kurang memenuhi syarat kesehatan), faktor perilaku personal yang tidak sehat dan faktor genetika (keturunan). Gejala orang yang suspek TBC antara lain menderita batuk terus menerus selama lebih dari tiga minggu, berat badan turun, sakit pada bagian dada dan selalu berkeringat pada malam hari” ujarnya.

Diungkapkan dr. Rita   jika salah satu anggota keluarga mengalami gejala-gejala penyakit TB, segera bawa ke dokter, puskesmas atau rumah sakit karena penanganan yang dilakukan lebih dini akan lebih cepat menemukan penyebab dan pengobatan yang tepat. Petugas medis yang menangani pasien suspek atau penderita TB perlu meyakinkan bahwa penyakit ini dapat disembuhkan dengan pengobatan yang intensif dan terus menerus sesuai petunjuk. Selain meyakinkan pasien, petugas kesehatan juga perlu memberikan penyuluhan kepada anggota keluarga pasien agar melakukan pemeriksaan seluruh anggota keluarga karena dikhawatirkan penyakit TB disebabkan faktor genetika (keturunan). Demikian pula untuk anggota keluarga atau orang yang berperan sebagai PMO (Pengawas Menelan Obat) perlu diberikan pengarahan karena dengan kerjasama yang baik antara petugas kesehatan, PMO dan pasien akan mempengaruhi keberhasilan pengobatan.

Menurut ketua panitya penyelenggara, Data WHO pada tahun 2008 diperkirakan di dunia terdapat 440.000 kasus TB yang resistan terhadap INH dan Rifampisin (TB MDR) setiap tahunnya dengan angka kematikan 150.000, dari jumlah tersebut baru sekitar 8,5 % yang telah ditemukan dan diobati. Dari 27 negara tertinggi , Indonesia menduduki ranking ke-9.

“Sejak dimulainya manajemen pengobatan TB MDR di jawa barat 1 april 2012 sampai bulan julaui 2013 telah diperiksa suspek TB MDR sebanyak 534 orang penderita, sedangkan masih dalam pengobatan sebanyak 113 orang (21%), meninggal dalam pengobatan 17 orang (15%, Drop out pengobatan 4 orang (4%).”

Menurutnya  di Kota Sukabumi tahun 2013 jumlah kasus TB yang ditangani  sebanyak 335 kasus dari target yang ditetapkan 366 (91,5%) sedangkan jumlah kasus TB MDR 25 orang dengan hasil 13 orang positif TB MDR, 10 orang sedang dalam pengobatan dan 2 orang meninggal sebelum pengobatan dan 1 orang meninggal dalam pengobatan. Ujarnya. 


0 komentar :

Posting Komentar