Minggu, 12 Januari 2014


 oleh ;
 Winni Siti Alawiah,SPd
guru GO smi
Musim hujan 2008. Lima tahun sudah Aliq melakukan pengembaraan. Menjadi salah satu diantara orang-orang yang tinggal di jalanan ibukota.  Diadan Sandra, wanita yang disukainya tidak bicara selama lebih dari lima bulan, sejak Agustus yang lalu. Aliq menelepon kakak perempuannya.

“Tolong beritahu Sandra, telepon aku hari ini”

Petang itu mengantarkan Sandra ke sebuah telepon umum pinggiran kota..

“Kenapa kamu tidak meneleponku?”

“Aku tak punya sesuatu untuk dibicarakan”

 “Apa kamu siap untuk datang?” Aliq bertanya kembali.

“Sepertinya kau sedang bercanda,”

Ketika menghirup lem di Jakarta, dia seringkali mengatakan hal yang tidak sungguh-sungguh dia maksudkan. Bahkan seandainya dia serius. Sandra tidak bisa pergi sampai Aulia paling tidak berusia delapan tahun. Itu janjinya.

“Kamu harus membuat keputusan sekarang. Jika tidak aku bersumpah. Membangun kehidupan baru dengan wanita lain”

“Aku tidak mau pergi”

“Aku telah berubah. Kecanduanku akan alkohol sudah berkurang. Tidak lagi menghirup lem hingga tak sadarkan diri”.

“Aku bukan yang dulu lagi, aku sudah lebih baik” tambahnya

Sandra bergeming.

“Jika kamu datang, itu akan menjadi hal terbaik bagi Aulia. Aku yakin. Bersama, kita akan berjuang mengumpulkan pundi-pundi uang. Demi kehidupan yang lebih baik bagi kita dan Aulia. Kita berdua akan bisa kembali padanya lebih cepat.”

Sekarang Sandra mendengarkannya. “Aku akan pikirkan dulu,”.

Jawabannya memenuhi pikiran dan menumbuhkan harapan pada diri Aliq. Dia mulai menelepon Sandra terus-menerus.

“Aku membutuhkanmu. Kamu adalah ibu dari dari anakku. Kamu satu-satunya wanita yang ingin kunikahi”.

Siang dan malam Sandra mempertimbangkan ajakkan Aliq, hingga banyak angan dalam benaknya mulai muncul kepermukaan. Jika dia tetap tinggal dan menikahi pria lain. Mungkin Aulia tak akanmendapatkan kasih seperti yang diberikan ayah kandungnya.

Sandra mengikuti kata hatinya. Pergi mungkin akan membantu Aulia. Akhirnya, dia akan bersama dengan ibu dan ayah yang sesungguhnya. Semua dilakukan bersama-sama.  Keluarga yang lengkap. Sandra mencapai kesepakatan dengan Aliq. Aulia akan tinggal dengan saudara perempuan Aliq tetapi menghabiskan akhir minggu dengan ibunya.

“Aku akan melakukannya untuk anak perempuanku,”

Beberapa hari kemudian , kabar sampai pada Sandra dari seorang teman lama Aliq. Dia akan menelepon minggu depan, mungkin pada Selasa atau Rabu. Sandra harus siap.

Sandra membawa seluruh baju dan boneka Aulia ke rumah petak kecil berbatu bata merah tempat Fahla tinggal di belakang tempat tinggal neneknya. Dia menunggu teman lama Aliq menelepon Nova dari sebelah, rumah Fahla, yang baru saja terhubung dengan layanan telepon. Sandra terus memeluk anak perempuannya berkali-kali. Dia menangis dan menangis.

Aulia bertanya. “Kenapa ibu terus menangis?”

Sandra memberi tahu Aulia bahwa lengannya sakit. Dia juga mengatakan bahwa lubang di bagian dalam mulutnya membuatnya perih dan menangis.

“Jangan nangis bu..” kata Aulia. Sedih oleh air mata ibunya, Aulia menangis juga.

“Mengapa kamu menangis?” tanya Nova pada gadis kecil itu.

“Karena ibu.., aku jadi sedih, ibu nangis. Terus terusan menangis”. Suara kecilnya terdengar parau.

Sandra belum memberi tahu anak perempuannya bahwa dirinya akan pergi. Dia tidak bisa. Namun, Aulia pintar.

Seorag tetangga bertanya pada Sandra, “Apa kamu sudah mau berangkat?”

Aulia bertanya, “Kemana ibu akan pergi?”

Dia juga bertanya pada ibunya mengapa dia memindahkan seluruh pakaiannya dari rumah neneknya ke rumah Fahla. Mengapa, dia bertanya pada ibunya, Sandra mengemasi sebuah tas ransel merah dengan baju-bajunya sendiri? “Ibu mau pergi keluar,” kata Sandra. “Ibu akan segera kembali.”

“Ibu mau pergi ke mana?”

“Ibu mau pergi ke Kota.”

“Apa Ibu akan kembali lagi kesini?”

“Iya”

Aulia memercayainya, dan kali ini Sandra memang kembali. Kadang-kadang, ketika Aulia bertanya apakah ibunya akan kembali, Sandra diam. Dia tidak menjawab.

Dia tidak suka berbohong pada Aulia. Tetapi Sandra yakin anak perempuannya terlalu muda, pada usia tiga setengah tahun  untuk memahami kebenaran. Dia tidak bisa menangani suatu kejadian, permintaan-permintaan Aulia untuk membawanya pergi bersamanya. Dia tak ingin melihat anak perempuannya menangis . Ini lebih mudah, lebih baik, kata Sandra pada dirinya sendiri untuk menguatkan tekadnya.

Rabu, teman lama Aliq itu menelepon pada pukul satu dini hari. Sandra harus berada di seberang kota. Di stasium bus utama degung Sukabumi, pada pukul setengah empat pagi. Teman lama Aliq itu mengatakan bahwa dia akan memakai kemeja abu dan jins biru. Apa yang akan Sandra pakai? Blus biru dongker dan jins biru

Sandra kembali ke rumah Fahla dengan Aulia. Dia menggendongnya dalam pelukannya dan memberinya sebotol susu terakhir.

Sandra pergi ke tempat nenek Aliq. “Saya mau pergi sekarang. Selamat tinggal,” katanya.

“Tuhan menyertaimu Nak,” kata Nenek. Keluarga akan mendoakan selama perjalanannya ke Jakarta, kata nenek Aliq padanya.

Di sebelah rumah, di rumah Nova, Sandra memeluk ibu dan saudara perempuannya. Nova, bibi Aliq, membawa Aulia kembali ke rumah Fahla, berharap untuk mencegah sebuah kejadian. Aulia tak akan mengalami sesuatu pun dalam kepahitan itu. Namun, Aulia mendengar secara tidak sengaja beberapa ucapan selamat tinggal itu, bahwa Nova akan mengantar Sandra dengan mobil ke terminal bus.

“Aku ikut! Aku ikut untuk mengantar ibu,” katanya pada Nova, yang merasa kasihan.

Aulia berlari ke mobil dan masuk. Sandra mengambil ransel itu, yang berisi baju ganti dan satu foto anak perempuannya. Fahla dan calon suaminya ikut naik.

Di terminal bus, Nova tak akan membiarkan Aulia keluar dari mobil. Sandra kembali mengatakan pada dirinya sendiri bahwa semuanya akan baik-baik saja, bahwa Aulia tidak sungguh-sungguh mengerti apa yang sedang terjadi.

Sandra tidak mengucapkan selamat tinggal pada anak perempuannya. Dia pun tidak memeluknya. Dia keluar dari mobil dan berjalan dengan bersemangat ke dalam terminal bus. Dia tidak menoleh ke belakang. Dia tidak pernah mengatakan padanya bahwa dia akan pergi lama ke Jakarta.

Nova mengangkat Aulia ke dekat jendela mobilnya. Saat bus yang dinaiki ibunya berangkat dari terminal, dia menyuruh gadis itu untuk mengatakan selamat jalan. Aulia kecil melambaikan kedua tangannya dan berteriak.

Air mata takterelakan.



Musim hujan 2012. Kini gadis kecil yang pernah melambaikan tangan untuk ibunya tepat berusia lima belas tahun. Dengan seulas senyum penuh makna akan harapan, langkahnya selalu terhenti tepat di tempat terakhir dia mengantarkan ibunya


*Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)
 NIM                           : 0906903
Alamat                        : Jl. Jaya Perkasa kp. Negla Hilir  
                            No. 11 Rt 001/05  Kel. Isola  Kab.
                            Bandung 40375

0 komentar :

Posting Komentar