Rabu, 21 Desember 2011

                                                                    Sukabumi,
Kepala Bappeda DR.. Hanafi Zen
     Penanggulangan kemiskinan bukan tugas pemerintah semata, disisi lain, penanggulangan kemiskinan juga bukan tugas masyarakat, Penanggulangan kemiskinan merupakan tugas bersama antara pemerintah dan masyarakat serta  keterlibatan dari masyarakat miskin itu sendiri . Dalam hal ini terdapat tiga tataran tentang masyarakat miskin, pertama  manusia pascaproduktif atau manusia usia lanjut, yakni mereka yang sudah terlanjur miskin dan tidak lagi produktif, kedua  manusia praproduktif, yakni mereka yang harus diberikan pendidikan yang cukup, gizi yang baik agar memperoleh kesehatan yang baik pula, ketiga  orang miskin yang masih produktif, termasuk orang-orang yang berada diambang kemiskinan misalnya buruh yang terancam pemutusan hubungan kerja.

Ketua Koordinator AKP Sunti
   Untuk menanggulangi tiga tataran masyarakat miskin tersebut, diperlukan strategi yang berbeda pula. Untuk menanggulangi kemiskinan kelompok pascaproduktif atau manula diperlukan perlindungan sosial, dalam hal ini Dinas Sosial memiliki peran yangs besar. Untuk menanggulangi kemiskinan manusia praproduktif, jangan sekalikali menciptakan orang miskin baru, termasuk anak-anak yang akan lahir. BKKBN memiliki peranan yang besar dalam hal ini dengan program keluarga berencananya.


      Menyikapi hal tersebut Tim Koordinasi Penanggulangan kemiskinan Daerah (TK PKD)  Kota Sukabumi, menyelenggarakan Lokakarya Analisis Kemiskinan Partisipatif ( AKP ) yang dilangsungkan rabu 21 desember 2011 diruang pertemuan Bappeda dengan diikuti Asisten Pemerintahan, Drs. H. Ipin Syaripin, MSi, unsur  Organisasi Perangkat daerah ( OPD ), BUMD, Ketua Badan masyarakat perbankan serta koordinator AKP.Acara tersebut dibuka secara resmi Ketua Bappeda  DR. Hanafi Zen.


        DR. Hanafi Zen atas nama ketua TK PKD  menegaskan,    Penyebab kemiskinan tidak berdiri tunggal tetapi banyak factor (mutidimensional), namun Akar penyebab kemiskinan bertumpu pada perilaku dan pola hidup serta sikap mental yang negative dari masyarakat miskin tersebut baik muncul dari dirinya maupun pengaruh dari pihak lain (lingkungan, manusia lain dan kebijakan). Sehingga dalam penanggulangan kemiskinan tidak hanya ditempuh melalui pendekatan teknik dan ekonomi tetapi juga didukung oleh pendekatan perilaku sosial masyarakat. Sehingga perlu disusun Rencana Aksi Daerah mengenai Penanggulangan Kemiskinan di Kota Sukabumi sebagai implementasi dari Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (OPD) Kota Sukabumi.

    Ditegaskannya, Strategi Penanggulangan kemiskinan yang dilakukan harus mampu menjawab permasalahan kemiskinan yang dirasakan oleh masyarakat. Untuk itu beberapa hal yang perlu diprioritaskan yaitu :

1.Perlindungan Sosial
2.Pemberdayaan Masyarakat
3.Perluasan Kesempatan Kerja dan Berusaha
4.Kemitraan dengan pihak swasta khususnya dalam pelaksanaan CSR agar masyarakat miskin lebih diprioritaskan.
5.Peningkatan kapasitas sumberdaya masyarakat miskin melalui pendidikan, kesehatan dan peningkatan daya beli.

     Ketua Koordinator AKP, Sunti menegaskan BEBERAPA PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA SUKABUMI
Paradigma pemikiran yang melandasi penaggulangan fenomena kemiskinan terlalu berorientasi praktis, kurang mendapat pertimbangan multidisiplin keilmuan terkait dengan fenomena sosial budaya kemiskinan, fenomena sosio-ekonomi marginalitas masyarakat miskin dan realitas kehidupan di seputar lingkungan fisik tataruang dimana kemiskinan berada;

   Dimensi kemiskinan , ungkap Sunti  masih berorientasi pada masalah ekonomi, maka sekiranya telah kita pahami perlu diperlebarnya dimensi kemiskinan sebab kemiskinan merupakan gejala multi dimensi yang menyangkut segi ekonomi, sosial, budaya, politik bahkan moral. Kekeliruan dalam memahami masalah kemiskinan, tidak hanya mengakibatkan program penanggulangan kemiskinan kurang mendasar tetapi juga tidak tepat sasaran;
" Integrasi program-program penanggulangan kemiskinan pada tahap perencanaan, sinkronisasi program pada tahap pelaksanaan, dan sinergi antar pelaku (pemerintah, dunia usaha/dunia industri, masyarakat madani) belum optimal.



 Adanya asumsi permasalahan penanggulangan kemiskinan dianggap sama. Disadari bahwa kondisi dan karakteristik kemiskinan disetiap wilayah berbeda terkait dengan faktor budaya, sosial maupun geografis, maka permasalahan yang dihadapipun akan berbeda pula sehingga perlu strategi dan pendekatan yang berbeda antar satu wilayah dengan wilayah lainnya;
Pendataan, pendanaan dan kelembagaan penanggulangan kemiskinan belum optimal;
Koordinasi antar program-program penanggulangan kemiskinan antara instansi pemerintah pusat dan daerah lemah;
Kemitraan dan kerjasama antara kelembagaan di pemerintah, dunia usaha, LSM, dan masyarakat madani dalam bermitra dan bekerjasama da
Adanya asumsi permasalahan penanggulangan kemiskinan dianggap sama. Disadari bahwa kondisi dan karakteristik kemiskinan disetiap wilayah berbeda terkait dengan faktor budaya, sosial maupun geografis, maka permasalahan yang dihadapipun akan berbeda pula sehingga perlu strategi dan pendekatan yang berbeda antar satu wilayah dengan wilayah lainnya;
Pendataan, pendanaan dan kelembagaan penanggulangan kemiskinan belum optimal;
Koordinasi antar program-program penanggulangan kemiskinan antara instansi pemerintah pusat dan daerah lemah;
Kemitraan dan kerjasama antara kelembagaan di pemerintah, dunia usaha, LSM, dan masyarakat madani dalam bermitra dan bekerjasama dalam penanggulangan kemiskinan belum optimal.

        Upaya percepatan penanggulangan kemiskinan Menurut Sunti,

1. Dalam desentralisasi dan otonomi daerah, peran Pemda menjadi sentral untuk:
a.Mengoptimalkan sinergi berbagai program pusat dan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, pelayanan publik, dan daya saing ekonomi lokal.
b.Mengendalikan inflasi daerah sebagai natural protection untuk orang miskin (agar peningkatan pendapatan orang miskin efektif bagi peningkatan kesejahteraannya).
c.Mensinergikan kegiatan & anggaran program sektoral & daerah untuk membuka keterisolasian wilayah, peningkatan keberdayaan masyarakat, & revitalisasi perdesaan/perkotaan.

2.  Peningkatan pro-poor planning and budgeting:
a.Ketepatan sasaran/penerima program (RT dan wilayah miskin) dg menyepakati penggunaan unified database berdasarkan hasil PPLS 2011.
b.Kegiatan2 yang langsung menangani permasalahan kemiskinan (gizi buruk, putus sekolah, air bersih, permukiman kumuh, dll).
c.Meningkatkan pertisipasi masyarakat melalui integrasi perencanaan partisipatif ke dalam perencanaan reguler, termasuk melaksanakan monevnya.
d.Koordinasi penyusunan SPKD sebagai dasar penyusunan RPJMD di bidang penanggulangan kemiskinan.

3. Penguatan kapasitas dan kualitas kelembagaan untuk koordinasi penanggulangan kemiskinan
a.Peningkatan kapasitas aparat dalam merespon aspirasi/potensi lokal (berkembangnya sense of urgency terhadap berbagai masalah kemiskinan).
b.Membangun kerja sama kemitraan dengan stakeholders (pemerintah, dunia usaha, masyarakat) untuk mengembangkan ekonomi lokal dan mobilisasi berbagai sumberdaya
c.Menjaga keberlanjutan kapasitas dan lembaga masyarakat yang terbangun untuk mengoptimalkan/mengawal implementasi berbagai program dan hasilnya.
d.Penyederhanaan berbagai prosedur  penyaluran dana, supervisi pelaksanaan program, penanganan pengaduan masyarakat, audit, & pengembangan prinsip2 good governance

 











0 komentar :

Posting Komentar